HEADLINE KOTA – Jurnalis dari Bogor yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan tegas menolak RUU Penyiaran dalam sebuah aksi teatrikal yang digelar di Simpang Gadog, Jalan Raya Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Minggu (26/5).
Aksi ini merupakan bentuk kritik tajam terhadap kinerja DPR dan penolakan tegas terhadap RUU Penyiaran yang dianggap membungkam kebebasan pers. Belasan wartawan yang ikut serta dalam aksi tersebut memegang kertas karton bertuliskan “Tolak RUU Penyiaran”, “Suara Pers Suara Rakyat”, “Jangan Bungkam Kebebasan Pers”, dan “DPR-RI ‘Jual’ RUU Penyiaran”.
Dalam aksi tersebut, mulut semua wartawan ditutup dengan plester hitam sebagai simbol pembungkaman kebebasan pers. Sebuah karakter badut dengan tulisan DPR-RI turut meramaikan aksi, berperan merampas kamera wartawan foto yang sedang meliput.
Simbol pembelengguan kebebasan pers juga digambarkan melalui perampasan ID Card milik wartawan oleh ‘DPR’. Pada akhir sesi teatrikal, belasan ID Card wartawan ditaburi bunga sebagai simbol gugurnya kebebasan pers.
Koordinator aksi sekaligus Ketua IJTI Korda Bogor Raya, Niko Zulfikar, menegaskan bahwa aksi teatrikal ini dilakukan secara damai untuk menyampaikan pesan bahwa seluruh jurnalis dari berbagai komunitas menolak RUU Penyiaran karena dianggap membungkam kebebasan pers.
“Pembungkaman oleh DPR ini telah mematikan produktivitas dan kreativitas jurnalis. Draf RUU Penyiaran disusun tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers,” tegas Niko Zulfikar.
Niko Zulfikar juga menyampaikan tiga sikap jurnalis Bogor terkait rencana RUU Penyiaran. Pertama, mereka menolak dan meminta agar pasal-pasal dalam draft revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Kedua, mereka menuntut DPR-RI untuk mengkaji kembali draft revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi jurnalis dan publik.
Ketiga, mereka meminta semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform.
Niko Zulfikar menjelaskan bahwa RUU Penyiaran melarang jurnalis televisi menayangkan karya jurnalistik investigasi secara eksklusif.
“Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan untuk kepentingan publik sesuai UU Pers, itu sah-sah saja. Tidak menyalahi aturan hingga larangan yang tertuang dalam RUU Penyiaran harus dihapus,” jelas Niko Zulfikar.
Dengan tegasnya penolakan ini, para jurnalis Bogor berharap agar DPR-RI memperhatikan aspirasi mereka dan tidak membungkam kebebasan pers yang merupakan pilar demokrasi.
Mereka menuntut agar revisi RUU Penyiaran dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menjaga kebebasan pers di Indonesia.***
Tags: IJTI, Jalan Raya Puncak, Jurnalis Bogor, Kebebasan Pers, PFI, PWI, RUU Penyiaran
Baca Juga
-
24 Mei 2025
Usia Renta Tidak Mematahkan Niat Calon Jamah Haji Keloter 47. Kabupaten Bogor
-
14 Februari 2025
Antisipasi Kenaikan Harga Bahan Pokok Di bulan Ramadhan, Pemkab Bogor Adakan Program GPM.
-
15 Juni 2025
Sayaga Wisata Tampilkan Kearifan Lokal di HJB ke 543
-
20 Januari 2025
Rakor Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis, PJ. Bupati Bogor Siap Dukung
-
8 Mei 2024
HJB ke 542, Kabupaten Bogor Usung Tema ‘Babarengan, Akur, dan Makmur’
-
4 Mei 2024
Infinix Note 40 Pro 5G dan Note 40 Pro Plus 5G: Performa Tangguh dengan Chipset MediaTek Dimensity 7020
Rekomendasi lainnya
-
8 Mei 2025
Panen Raya Sebagai Wujud Ketahanan Swasembada Pangan Di Kabupaten Bogor.
-
15 Mei 2024
Dua Tersangka Korupsi di PT Amarta Karya Resmi Ditahan KPK
-
26 Mei 2025
Pemkab Bogor, Sukses Raih Opini WTP
-
27 Mei 2025
Gebyar Adminduk 2025. Pemkab Bogor, Tingkatkan Pelayanan Publik
-
4 Mei 2024
Infinix Note 40 Pro 5G dan Note 40 Pro Plus 5G: Performa Tangguh dengan Chipset MediaTek Dimensity 7020
-
10 Februari 2025
Dikenal Sebagai Crazy rich, Kekayaan 24,3 Triliun Sosok Nuryanti Subakat Tampil Sederhana